Pages

Rabu, November 14, 2012

Warisan Sejarah


bismillah....


Hidup yang ngga direfleksikan ngga layak buat diteruskan !” –Socrates-

Ketika saya kelas 2 SMP, saya mulai menulis buku harian, waktu itu tanggal 7 September 1997. Awalnya saya cuman iseng doang, supaya diary, hadiah dari sepupu saya pas ulang taun itu ada isinya. Awalnya saya menulis rutin setiap hari. Tapi lama-lama, karena gak telaten menulis, buku harian saya pernah beberapa kali berubah menjadi buku mingguan bahkan buku bulanan (--“).



Setahun setelah menulis buku harian (3 SMP), saya menemukan buku harian Zlata, seorang anak korban perang Bosnia diperpus sekolah. Dan beberapa hari kemudian saya menemukan buku harian Anne Frank, salah satu korban usaha genosida non arya jerman di perpustakaan daerah. Saat itu saya sangat tersentuh dengan buku harian mereka dan menjadi lebih semangat menulis buku harian.
Mereka juga yg mengispirasi saya untuk memberi nama buat buku harian saya (buku harian anne frank bernama Kitty).
Banyak nama saya berikan buat buku harian saya, berganti-ganti sesuai kawan imajiner saya (sejak kecil hingga sma, saya punya beberapa kawan imajiner).
Terakhir, setelah selesai buku ke 27 (8 April 2007) , saya berhenti menulis buku harian di buku. Saya beralih menulis di Nagamochi (komputer saya ^^), akhirnya nama-nya berubah menjadi Nagamochi (artinya awet) , dengan panggilan Chi (artinya bijaksana)  hingga sekarang.

Memberi nama pada buku harian, ngasih keasikan tersendiri buat saya. Saya jadi selalu punya teman bicara, meskipun saya tau itu diri saya sendiri. Hal ini bikin saya makin mengenal diri sendiri, walaupun sampe sekarang, saya rasa masih banyak sisi dari diri saya yg masih belum bisa saya kenali. Tapi setidaknya saya sudah bisa bersahabat dengan diri sendiri.  :D

Pertengahan Juli 2008, Saya tersentak membaca beberapa kalimat prokative di cover belakang salah satu buku Fadh Djibran, tanpa pikir panjang, saya langsung menukar buku tersebut dengan uang sebagai syarat supaya tu buku bisa saya bawa ke kosan.
Mau tau kalimat apa yg membuat semangat saya mendidih ketika itu ? check this out :

“Bayangkan kalau tradisi menulis gak pernah ada,
Kalau tradisi merekam peristiwa, gagasan, dan perasaan ngga pernah ada,
Apa kita bakal mengenal siapa nenek moyang kita?
Bayangkan kalau anda tidak menulis,
Tak berusaha merekam gagasan dan pikiran-pikiran anda,
Apa cucumu nanti akan kenal kamu? “ –fadh djibran, writing is amazing-

Terus terang, saya amat terprovokasi dengan kalimat-kalimat yg ada di cover belakang buku itu. Di cover belakang buku itu, Fadh Djibran menuturkan “dendam”-nya dan cita-citanya : tak mau dilupakan sejarah.
Dia bilang, jangan salahkan dia kalo dia lebih kenal karl max, jostein gaarder atau mas pram, daripada kakeknya sendiri, karena kakeknya yang tak sempat ia temui tak pernah mewariskan selembar tulisan pun. Ia tak pernah tahu isi kepala kakeknya, maka sulit baginya mengenal siapa sesungguhnya beliau.

Kemudian saya teringat Randy Pausch, seorang dosen yang mengidap kanker ganas. Disela-sela perjuangannya untuk bertahan hidup dan mempersiapkan kematiannya, ia mempersiapkan sebuah warisan besar untuk anak-anaknya. Waktu itu anak-anaknya masih kecil (-/+ 6 thn, 4 thn dan 2 thn), ia ingin walaupun ia nanti telah tiada, tapi anak-anaknya tetap mengenalnya dengan sebenar-benar kenal. Ia ingin anaknya tak hanya mendengar cerita dari ibunya, kerabat atau teman-teman dekatnya ayahnya saja, tapi juga dari dia sendiri. Ia ingin anak-anaknya mengetahui siapa dia, isi kepalanya, perjuangannya, mimpi-mimpinya.

Kebetulan waktu itu ia diminta untuk menyampaikan kuliah umum “ The Last Lecture” yg merupakan kebiasaan rutin kampus tempat ia bernaung. Maka, disitulah ia menyampaikan “pesan-pesan” terakhirnya yang ternyata bukan hanya untuk anak-anaknya tetapi juga untuk semua orang yg mendengar ataupun membacanya. Pesan-pesannya yg awalnya ia niatkan untuk anak-anaknya ternyata telah menginspirasi jutaan orang didunia. 

Saya betul-betul kagum dengan 2 orang ini. Mereka berdua juga yg menginspirasi saya untuk merestorasi total niat saya dalam menulis, terutama dalam menulis buku harian.

Awalnya saya menulis buku harian cuman buat iseng doang, tapi lama-lama seiring perjalanan waktu. Buku harian saya tidak hanya berisi tentang kegiatan-kegiatan saya seharian itu atau perasaan saya, tapi juga sarang pikiran-pikiran terdalam saya (guayyyyaaamu nullll...), kantong ide dan mimpi-mimpi saya.
Buku harian memberikan 'jaminan' buat saya untuk menumpahkan apapun yang saya pikirkan, yg saya rasakan, tentang apapun dan siapapun tanpa rasa takut. Buku harian adalah dunia saya yg lain, dunia tempat saya diskusi, melakukan perjalanan hati dan otak bersama nagamochi dan Allah sebagai saksi (selalu).
Buku harian juga menjadi salah satu katarsis emosi saya yang mencerahkan. Betul-lah kata salah satu kawan saya : menulis itu menyembuhkan..  :D
Menulis buku harian seperti mengurai benang-benang kusut, masalah yang datang seakan banyak banget sampe penuh rasanya kepala ni.. tapi setelah dituliskan, ternyata ada masalah yg sama sekali bukan masalah.
kalau masalah itu ibarat sebuah telur, maka buku harian membantu kita memisahkan antara cangkang dan putih telur dengan kuning telur yang merupakan inti masalah.

Tapi gara-gara tulisan Fadh Djibran dan Randy Pausch, membuat saya berpikir, ternyata menulis buku harian bukan hanya bermamfaat untuk masa kini, tapi juga untuk masa depan, bahkan saat saya sudah tak ada lagi di bumi ini.
saya teringat beberapa buku harian yg diterbitkan yg pernah saya baca dari yg serius (Zlata, Anne Frank, Grethe, ahmad Wahib (masih cuplikanya doang, belum dapet yg utuh), Soe Hok Gie) sampe yg gokil (Raditya Dhika, Pidi Baiq). Buku-buku harian tersebut, ternyata bukan hanya berguna buat diri sendiri tapi juga buat orang lain.
Buku-buku harian itu menginspirasi jutaan orang, bahkan saat penulisnya udah gak eksis lagi di dunia ini.

Tapi mimpi saya soal buku harian saya gak sejauh itu.
Saya hanya ingin seperti Randy Pausch, saya ingin keturunan saya mengenal nenek buyutnya ini, meskipun kelak saya tak bersama mereka. Saya ingin mereka mengenal isi kepala saya.
Saya tak mau dilupakan sejarah, saya ingin mewariskan sejarah.
Saya ingin mereka belajar dari kegagalan dan keberhasilan saya dalam hidup.
Sehingga mereka bisa memaksimalkan hidup mereka, jauh lebih baik ketimbang saya.
Hanya sedernaha, sesederhana itu saja...  :D


# to my beloved ading sepupuku , Tomy: tengkyu tom, hadiah ikam 14 tahun yg lalu jadi dary pertamaku...sekarang sudah 27 anak-nya dan 1 CD   ehehehehe  ;D
# to Fadh Djibran, Randy Pausch, Zlata, Anne Frank, Grethe, Ahmad Wahib, Soe Hok Gie, Raditya Dhika, dan Pidi Baiq : Tengkyu atas inspirasi ini..  :D

samarinda 3 Februari 2011, jam 08.34 Malam WJT (Waktu Jam Tanganku)

Tidak ada komentar: