Pages

Rabu, November 14, 2012

try to listen, not just to hear..


bismillah...

Akhir januari lalu, saya nonton film di HBO, tentang proses rekaman wawancara presiden Nixon dan Frost, seorang jurnalis Inggris. Ada satu hal dalam film itu yg membuat kedua alis mata saya reuni ditengah2 jidat manis saya, yaitu bahwa ada satu kerja media yg bisa jadi menimbulkan kesalahan fatal dalam penyampaian berita . Satu hal itu adalah “penyederhanaan berita” .
Setelah menonton film itu, saya jadi berpikir, bisa jadi orang yg menonton wawancara Nixon-Frost pada tahun itu kemungkinan besar akan punya presepsi yang berbeda ketika ia menonton film tentang proses pengambilan rekaman itu sekarang.
Betapa mudahnya presepsi seseorang berubah atas satu berita, hanya dengan merubah sudut pandang.
Betapa banyak korban ataupun pahlawan yang “dibuat” oleh sudut pandang-sudut pandang tertentu dalam sebuah berita atau peristiwa.

Saya teringat sebuah film lagi, lupa tapi judulnya apa.
Film itu berkisah tentang seorang satpam museum (John Travolta) yang dipecat dari kerjaannya. Kemudian untuk mendapat pekerjaannya kembali,  ia “tak sengaja” menyekap beberapa petugas museum dan juga beberapa pengunjung yg kebanyakan anak-anak.
Tak sengaja, ada wartawan yg ikut tersekap dimusium itu. Naluri jurnalisnya muncul,  meski dalam keadaan menjadi sandera,  ia tak menyia-nyiakan kesempatan untuk melaporkan kejadian tersebut, bahkan ia memamfaatkan si mantan satpam museum itu untuk “mendramatisir” berita untuk memuluskan kembali karirnya sebagai wartawan yg sempat hancur.
Wah, disitu terlihat banget bagaimana media mengarahkan presepsi penonton, mulai dari narasi berita, setting sampai pemilihan koresponden.
Film itu juga yang membuat saya agak berhati-hati dan berusaha tidak menelan mentah-mentah berita yg tersaji di chanel tipi, koran, majalah atau informasi dari orang-orang.
Karena itu pula saya lebih menyukai program berita talkshow (Mata Najwa, Apa kabar Indonesia, Kick Andy, Provokative Proaktive, dll) daripada program berita macam Seputar Indonesia, Liputan 6, Reportase dan semacamnya, karena dengan konsep seperti itu berita bisa dikupas lebih dalam dan bisa dilihat dari banyak sudut pandang.

Berita atau peristiwa bagi saya seperti sebuah segi banyak tiga dimensi (apa pula itu? Tak taulah, saya tak pandai matematik..ehehehe). Banyak sisi yang bisa kita lihat dari satu berita, dan karena punya banyak sisi maka satu berita saja bisa membuat kita salah paham atau benar paham tentang sesuatu hal.
Maka arif dalam melihat berita, penting ada dalam diri kita. Kearifan ini tak akan ada jika kita tak mau membuka diri dan memberi penjelasan pada nurani, bahwa “ hei, bukan kepalamu saja yg melihat itu berita, ada banyak kepala diluar sana yg melihat…dengarkanlah dulu..!”

Yah.. mendengarkan, itulah langkah awalnya. Bukan hanya mendengar, tapi mendengarkan.Mendengarkan akan membuat kita melihat sesuatu lebih dalam dari sebelumnya, lebih luas dari sebelumnya.
Mendengarkan akan menstimulus otak dan hati kita untuk bertanya, lalu menemukan jawaban lalu bertanya lagi, hingga kita menemukan yang kita tuju : Kebenaran.

Maka, dengarkanlah (bukan hanya mendengar tapi mendengarkan) lalu biarkan otak dan hatimu  bertanya dan berusahalah untuk menemukan jawabannya, maka salah presepsi akan semakin menjauh dari diri kita. InsyaAllah :D


didepan nagamochi, jam 12:27 malam WJK (Waktu Jam Kamarku)

Tidak ada komentar: